Bung Hatta = MY HERO

Posted by novasorangindonesia | Posted in

Muhammad Hatta
"Bermula dari Filsafat"

Walaupum bidang studinya ekonomi, Bung Hatta juga mempelajari dan menulis artikel-artikel tentang hukum, tata egara dan politik. Pada dasawarsa 1920-an itu, Bung Hatta bersama rekan-rekan mahasiswa Indonesia lainnya sesama anggota "Perhimpunan Indonesia" giat mempopulerkan nama Indonesia dan gagasan tentang kemerdekaan, baik di Negeri Belanda sendiri maupun di negara-negara Eropa lainnya, melalui partisipasi mereka pada sejumlah kongres-kongres di Belgia, Swiss, Perancis, dan lain-lain, yang diadakan para pemuda Asia-Afrika yang sedang belajar di Eropa. Hatta sendiri bukan filosof atau ahli filsafat seperti diakuinya sendiri. Ia hanya menguasai dasar-dasarnya saja. Ketika ada yang mendesaknya untuk menulis filsafat kontemporer sebagai kelanjutan Alam Pikiran Yunani (1941), Hatta mengaku tidak bisa lagi, karena ia bukan ahlinya. Tetapi dalam keseharian Hatta berpenampilan tak ubahnya seperti seorang filosof. Serius, tenang, tekun, dan teliti. Tetapi bagi Hatta, pelajaran filsafat penting sekali dalam meningkatkan kecerdasan berpikir, memperluas pandangan serta mempertajam pikiran. Hal itu dibutuhkan antara lain sebelum seseorang menguasai secara utuh dan lebih luas bidang-bidang ilmu lain baik alam maupun sosial. Tetapi ia juga menyebut guna filsafat secara praktis sebagai “Penerapan pikiran dan penetapan hati. Ia membawa kita ke alam pikiran, alam nurani semata-mata. Dan oleh karena itu melepaskan kita dari pengaruh tempat dan waktu. Dalam pergaulan hidup, yang begitu menindas akan ruhani, sebagai di tanah pembuangan Digul, keamanan perasaan itu perlu ada. Siapa yang hidup dalam dunia pikiran, dapat melepaskan hidupnya dari gangguan hidup sehari-hari.”

Kalau dicermati lebih jauh, efek belajar filsafat memang menghasilkan sosok pribadi yang memiliki pemikiran yang dalam, jernih, rasional, sistematis, padat, dan lugas. Ia sekaligus membentuk karakter individu. Untuk Hatta sendiri kedalaman pikiran dan penalaran yang rasional tercermin jelas dalam tulisan-tulisannya di berbagai lapangan perhatian. Bahkan disetiap tulisannya itu Hatta tak lupa mengutip ungkapan-ungkapan filosof terkenal.

Melalui tulisan-tulisan di dalam dasawarsa 1920-an inilah gagasan-gagasan Bung Hatta dapat dibaca oleh pemuda pejuang di Tanah Air, termasuk oleh Bung Karno, yang merupakan tokoh pejuang muda di Tanah Air saat itu, sebelum mereka berkenalan langsung.

Ungkapan-ungkapan filosofis makin menambah kekuatan tulisan-tulisan Hatta terutama yang berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan. Dalam pidato pembelaannya di depan Pengadilan Den Haag, Belanda 1928, ungkapan ungkapan filosofis Hatta, antara lain yang sangat terkenal. “Lama-kelamaan tiap-tiap bangsa yang terjajah akan mengambil kembali kemerdekaannya, inilah suatu hukum besi sejarah dunia”.

Pada bagian lain, Hatta juga mengutip sajak dari ahli pikir Perancis Rene de Clerque “Hanya satu tanah yang dapat disebut tanah airku. Ia berkembang dengan amal , dan amal itu adalah amalku.” Terhadap rekan-rekannya, Dalam soal pencarian kebenaran, Hatta mengatakan bahwa kebenaran itu tak pernah ada dua, melainkan hanya satu dalam setiap persoalan. Jika ia berada di sini tak mungkin ia akan berada di sana. Hatta memberikan kesempatan untuk bertanya bahkan untuk mendebatnya. Tetapi jika yang mendebat hanya ingin “menang” dalam suatu perdebatan dan meng-gunakan argumentasi-argumentasi yang sophistis, kontan ia akan mendapat “semburan”. “Kebenaran tidak dapat ditegakkan dengan silat kata-kata tetap harus dicari dan digali dengan segala kesungguhan agar dapat dipakai sebagai tuntutan hidup,” kata Hatta.

“Agama dan filsafat memperdalam kepercayaan dan memperluas perasaan agama. Membawa orang tunduk semata-mata dan cintanya kepada Tuhannya yang Maha Pengasih dan Maha Adil, yang menjadi pedoman dalam segala tindakan hidup. Dengan perasaan yang murni itulah baru orang sanggup memahamkan sedalam-dalamnya (umpamanya) isi surat al fatihah yang menjadi pokok ajaran agama Islam”.Hanya dengan demikianlah, kata Hatta, akan lahir ulama yang bisa menjadi pendidik yang sebenarnya dalam masyarakat.

"Menjadi tuan di negeri sendiri"

Sebagai proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta sepaham bahwa "mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah mencapai kehidupan yang cerdas bagi bangsa, artinya bukan sekedar cerdas otak, melainkan hidup yang cerdas alias bermartabat. Kaum intelegensia sekalipun, jika mudah diatur oleh kemauan kekuatan asing, tidak cerdas hidupnya.

Bagi Bung Hatta, kemandirian dalam ekonomi akan membuat bangsa kita tidak tunduk pada kekuatan asing. Menurut beliau, utang luar negeri haruslah merupakan pelengkap, bukan yang utama. Inilah yang sebaliknya terjadi di masa Orde Baru, sehingga utang luar negeri menumpuk tak terkendali. Semua ini terjadi karena para pengambil keputusan di bidang ekonomi kita, termasuk kaum intelegensianya, tidak memiliki karakter yang mementingkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok atau dirinya sendiri. Terjadinya kondisi yang berkonsekuensi pada krisis ekonomi berkepanjangan sejak tahun 1979 itu dilandasi oleh perasaan rendah diri kaum pengambil keputusan ekonomi itu terhadap kemauan pihak (donor) asing. Bung Hatta senantiasa memegang teguh "cita-cita menjadi tuan di negeri sendiri", yang tercermin pula pada keluhan Bung Hatta kepada Mochtar Lubis. Bung Hatta, "... betapa lemahnya kita sekarang melindungi perdagangan dalam negeri kita, yang seharusnya berada dalam tangan bangsa Indonesia sendiri ...".

Sejalan dengan pikiran Bung Karno, sebagai pejuang nation and character building, Bung Hatta senantiasa menekankan batapa pentingnya "menjadi tuan di negeri sendiri". Bung Hatta menilai amat penting suatu pembangunan karakter. Beliau berpandangan bahwa "mencari orang pandai lebih mudah daripada mencari orang yang berkarakter". Tentu karakter yang dimaksud adalah yang tidak mementingkan diri sendiri, tetapi mau berkorban semi kemajuan bangsa dan negara serta tidak rendah diri.

[ Sumber : Bung-Hatta.Com ]


Subhanallah semakin membaca tentang BUNG HATTA semakin cinta aku dengan beliau. Kepingin meneruskan perjuangan beliau untuk menjadikan koperasi dan ekonomi kerakyatan menjadi sistem ekonomi yang dipakai di Indonesia.

Bung Hatta sebagai pendamping Bung Karno merupakan sosok yang lengkap di mata saya. Religius, filosofis, low profile, dan mempunya kapabilitas dan integritas yang tinggi.


Bung HATTA, detik ini menit ini aku berkirar, aku akan mendedikasikan hidupku untuk meneruskan cita - citamu menjadikan Indonesia Lebih Baik dan benar - benar merdeka. Terima Kasih BUNG HATTA




Comments (0)